Inilah Artikel Keren, Program Ekowisata Meningkatkan Pembangunan Pariwisata di Sepintu Sedulang
ekowisata-bangka-pantai-penyusuk |
Pembangunan wisata wajib menjadi
program andalan pemerintah kabupaten Bangka menjelang era pasca timah. Apalagi
di tahun 2015,ketika harga timah turun, kita semakin tersadar bahwa ia tak lagi
semanis madu. Mau tak mau,pariwisata seolah menemui momentumnya di tengah opsi
exit point yang tersedia.Ia kerap didengungkan akhir-akhir ini. Meski harus
diakui pariwisata untuk waktu yang lama semacam figuran dibanding pemain utama,
timah, dalam isu-isu sentral pembangunan di Bangka Belitung khususnya kabupaten
Bangka.
Meski angka yang dihasilkan oleh
sektor pertambangan lumayan besar namun timah dalam kenyataannya tak seindah
yang dibayangkan. Pajak yang dihasilkannya tak terlalu besar. Angka yang
sebenarnya kecil dibandingkan ratusan Trilyun uang timah yang menguap dari
carut marut pertambangan timah di pulau Bangka. Bahkan ICW di tahun 2013 2014
menemukan 301 ribu metrik ton timah ilegal atau 50 triliun tidak tercatat
sebagai penerimaan negara.
"Lantas, masihkah asa itu terus dibebankan pada investasi semu tambang timah yang nyatanya tak membawa manfaat jangka panjang bagi kemaslahatan orang banyak."
Sudah saatnya pemerintah Kabupaten
Bangka secara serius beralih ke pembangunan pariwisata yang berorientasi jangka
panjang dan dirasakan manfaatnya bagi masyarakat luas. Sebab pariwisata pada
tataran idealnya dapat menjadi sumber pemasukan utama bagi suatu daerah. Lihat
saja Bali yang 70 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya berasal dari
Pariwisata. Jika Bali terlalu jauh untuk dibandingkan, lihat saja Kabupaten Belitung,
yang mulai berbenah dan siap berlari jauh membawa obor pariwisata.
timah bangka belitung |
Sahani Saleh bahkan targetkan sektor
pariwisata dapat menyumbang 60 persen ke PAD Belitung di tahun 2016 lalu. Hal
yang sedikit berani namun rasional. Apalagi peresmian Kawasan Ekonomi Khusus di
Tanjung Kelayang seakan memberi harapan baru. Proyeksi investasi pariwisata
disana diproyeksi bakal tembus Rp.20Trilyun di tahun 2025. Sebuah angka yang
cukup menggiurkan.
Pertanyaan besarnya kemudian adalah
maukah kabupaten Bangka mengelaborasi semua kekuatan yang ada untuk sama-sama
berlari dengan Belitung meraih asa di bisnis pariwisata. Sebab jika ditinjau
dari modal dasar, potensi kekayaan alam pulau Bangka mirip dan bahkan lebih
bervariasi.
Selain dianugerahi sejumlah tempat
wisata yang mumpuni seperti Pantai Matras, Parai Tenggiri, Pantai Pesona,
pantai Penyusuk dan Pulau Putri, Pesona Pulau Tige di pantai Bedukang, Bangka
juga punya wisata alam yakni air terjun Lakedeng dan kolam alami, air terjun
Rimbe Mambang Dalil, wisata air Panas Pemali, dan beragam wisata adat istiadat
seperti wisata adat Rebo Kasan, Nujuh Jerami, serta wisata Kuliner khas olahan
makanan laut seperti pempek dan otak otak serta kerupuk ikan itu.
Namun dalam perjalanannya eksposur
obyek wisata ini kurang maksimal jika dibandingkan dengan potensi yang
dimiliki. Sektor pariwiata tak begitu besar menyumbang Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Bangka. Ibaratnya banyak potensi namun minim aksi.
Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa
ada konsep pembangunan kepariwisataan yang keliru. Sebab ketidaksinkronan bisa
diartikan sebagai kurang matangnya konsep pembangunan yang dibuat serta
dijalankan oleh semua stake holder di bumi Sepintu Sedulang ini.
Memang bila diperhatikan konsep
kepariwisataan diatas masih berpedoman pada konsep wisata yang tradisional. Ia
hanya melibatkan pengunjung untuk datang melihat-lihat (sight seeing) tanpa ada
pelibatan emosi di dalamnya. Wisatawan yang datang ke pantai Matras hanya duduk
dan mandi selepas itu pulang ke hotel lalu beristirahat. Pola wisata seperti
ini tak bisa mengikat wisatawan untuk loyal. Sebab, mereka akan sekali datang
lalu pergi tanpa berfikir untuk balik kembali.
Selain itu, perkembangan wisata masa
kini lebih mendambakan interaksi wisata yang lebih natural dan alami. Masyarakat
sudah mulai jenuh dengan obyek wisata yang sifatnya artifisial. Terlampau
banyak fasilitas buatan tak begitu menarik hati wisatawan gaya baru ini.
Oleh sebab itu penulis berpendapat
disinilah konsep Ekowisata perlu ditambahkan ke dalam pola pengembangan
pembangunan pariwisata di kabupaten Bangka. Sejatinya, Happy Marpaung
mengatakan bahwa pengembangan kepariwisataan hendaknya dapat memberi maslahat
bukan saja pada wisatawan tapi pada masyarakat sekitarnya juga.
"Hal ini selaras dengan konsep ekowisata itu sendiri. Namun ekowisata mensyaratkan hal lainnya yakni kesadaran pada pemberdayaan lingkungan."
Ekowisata bukan barang baru, sebab
pada 1987, Hector Ceballos mula-mula mengatakannya sebagai perjalanan ke tempat
yang alami dan belum terjamah. Baru kemudian di tahun 1990, International
Ecotourism Society (TIES) menyempurnakannya sebagai kegiatan wisata alam yang
berfokus pada orijinalitas dan keberlanjutan lingkungan sekaligus upaya
pemberdayaan pada penduduk setempat. Konsep wisata ini pun dikenal pula sebagai
wisata berkelanjutan (suistanable tourism).
Konsep Ekowisata diatas mensyaratkan
sebuah pembangunan wisata yang berorientasi pada pemberdayaan lingkungan dan
masyarakat sekitar alih alih pembangunan fisik. Disinilah kemudian, Ekowisata
kemudian lebih potensial dikembangkan pada spot-spot wisata baru atau yang
mempunyai potensi alam lengkap.
Seperti contoh, kawasan pantai Pulau
Tige eks pusat Pelatihan Bio milik PT. Timah. Kawasan ini dilengkapi dengan
kawasan hutan bakau, pantai-pantai kecil diperkaya dengan bebatuan dan pasir
putih, keberadaan tiga pulau kecil yang menawan di salah satu sudut pantai
dapat dimanfaatkan sebagai kawasan wisata berkonsep ekowisata.
Selain menikmati keindahan pantai
dan pulau sekitar, para wisatawan dapat juga merasakan bagaimana rasanya
menjadi nelayan sehari dengan menjaring bersama. Hal ini bisa dilakukan dengan
melibatkan nelayan dari dusun terdekat. Tentu saja proses menjaring ikan ini
dilakukan berdasarkan aspek pelestarian lingkungan. Misalnya, hanya mengambil
ikan dengan besaran tertentu. Selepas itu, para wisatawan dapat memasak ikan
dimaksud di rumah-rumah penduduk sekitar dengan olahan rasa lokal.
Pilihan lain spot yang dapat
dijadikan ekowisata baru adalah kawasan wisata air terjun Lakedeng di kaki
Gunung Maras. Potensi alamnya masih alami sehingga akan melibatkan pengalaman
fisik wisatawan secara aktif. Sejumlah spot alami juga tersedia untuk ditemukan
lewat petualangan hiking bersama pemandu lokal. Selain dua hal itu, penulis
yakin masih banyak spot baru yang menunggu untuk ditemukan dan diolah.
Fokus utamanya adalah pada pola
pembangunan ekowisata itu sendiri. Pemerintah Daerah dalam hal ini dapat
berperan vital dalam proses awal pendekatan ekowisata dimaksud. Mungkin yang
paling mula-mula dilakukan oleh Pemkab Bangka dengan Dinas Terkait adalah
inventarisasi potensi dan pengembangan objek wisata baru seperti tercantum
dalam Program Pengembangan Objek dan Daya Tarik
Wisata (ODTW).
Setelah dilakukannya inventarisir,
Pemda dapat melakukan penilaian objek wisata. Dalam kegiatan ini dinas terkait
akan menilai suatu spot berdasarkan tiga komponen utama yakni motif wisata dan
daya tarik wisata, jasa wisata dan terakhir adalah kemudahan berpindah tempat.
Ketiga hal ini harus masuk dalam konsep pembangunan berbasis ekowisata.
Pada proses penilaian objek wisata
baru ini, Pemda dapat menerapkan pendekatan blue ocean strategy dimana Bangka
mampu menciptakan pasar yang khas dan unik yang belum digarap oleh daerah lain.
Tentu saja strategi ini dimungkinkan untuk menarik lebih banyak wisatawan
dengan segmentasi tertentu. Misalnya, keterkaitan dengan etnis Tiong Hoa dapat
dijadikan strategi menarik wisatawan dari Singapura atau China Daratan.
Langkah selanjutnya kemudian adalah
melibatkan masyarakat sebagai elemen dasar dalam konsep pembangunan ekowisata.
Pada tahap ini masyarkat dapat dilibatkan sebagai operator wisatawan lokal.
Namun perlu ditanamkan syarat-syarat semacam kemahiran bertindak sebagai tuan
rumah dan fokus pada keramahtamahan (hospitality). Ide utama pelibatan
masyarakat tentu saja karena kemampuan mereka sebagai orang lokal yang memahami
dan tahu karakteristik daerah berikut filosofi yang terkandung dalam objek
wisata yang tersedia.
Setelah fokus pada pelibatan
masyarakat, tahapan berikutnya adalah mendukung terciptanya unit-unit usaha
pendukung bagi ekosistem sekitar ekowisata dimaksud. Toko-toko suvenir, tempat
parkir, Minimarket, tempat MCK, hingga jasa travel dapat disediakan di daerah
pinggiran tanpa mengganggu area utama kawasan ekowisata dimaksud.
Kemudian, tahapan pembangunan
ekowisata berikutnya yang termasuk paling penting adalah promosi dan publikasi.
Promosi memungkinkan informasi dapat diterima secara lebih massif lewat
kegiatan dengan magnitude besar dalam pola komunikasi offline dan online lewat
beragam lini massa. Adapun publikasi lebih diartikan sebagai komunikasi yang
terjadi lewat medium media massa cetak atau elektronik.
Aplikasi paling realnya adalah
penguatan digitalisasi. Digitalisasi sebagai bagian dari promosi dapat
diterapkan lewat penerapan website yang khusus memuat spot ekowisata yang
tersedia di kabupaten Bangka. Namun, pembuatan website perlu dikanalisasi lebih
jauh lewat jaringan media sosial dengan beragam aplikasinya tersebut.
Sehingga orang-orang luar akan lebih
mudah mengeplorasi kekayaan alam yang tersedia, berikut dengan pilihan paket
wisata yang beragam itu. Pemuatan website seyogyanya tersambung dengan tur-tur
operator, jaringan taksi, agen tiket, komunitas lokal sebagai operator.
Semuanya dapat diakses dalam satu medium website yang telah terintegrasi.
Sehingga transaksi dapat langsung dilakukan tanpa harus berpindah kanal.
Selain itu, tak lupa pula kerjasama
perlu dilakukan dengan komunitas seni lokal semacam komunitas fotografer lokal,
blogger lokal, atau komunitas tari dan seni. Hal ini akan menciptakan
sinergitas yang kuat antara stakeholder yang ada. Sehingga arah tujuan
pembangunan kepariwisataan dapat tercapai dengan mudah.
Demikianlah konsep pembangunan
ekowisata sebagai penyegaran dari pembangunan wisata yang telah dilakukan.
Tentu saja, pembangunan yang telah dilakukan oleh Pemkab Bangka telah cukup
baik. Wacana ekowisata diatas sebagai opsi untuk menyegarkan kembali konsep
berwisata masyarakat kini di tengah era digitalisasi yang makin massif.
Sehingga kita seyogyanya mampu membaca perubahan ini dan menciptakan peluang
baru untuk kemajuan daerah di Kabupaten Bangka.***
Posting Komentar untuk "Inilah Artikel Keren, Program Ekowisata Meningkatkan Pembangunan Pariwisata di Sepintu Sedulang "