Jangan nonton Senetron !
Pagi dan sore ini,
saya kebetulan lihat acara televisi, kebetulannnya lagi kedua-duanya sinetron,
sinema elektronik. Yang mengherankan saya, sore ini lihat sinetron bertema sama
dengan sinetron pagi tadi. Temanya anak yang durhaka, ada peran ibu yang
terzhalimi oleh kelakukan anaknya. Lupa stasiun televisinya. Namun ini menjadi
sebuah kebetulan yang menggelikan. Sekaligus keprihatinan tersendiri.
Bahwa ada dua
sinetron yang hampir mirip jelas hampir-hampir mengelabui mata saya. Saya
anggap itu pengulangan program seperti yang sudah-sudah. Namun setelah
diperhatikan, pemerannya ternyata beda. Kemudian, antagonisnya yang satu adalah
wanita yang mengelabui ibunya bahwa ia bekerja ternyata PSK. Dan satunya anak
perempuannya yang jual sertifikat tanah rumah. Berbeda, namun hampir mirip. Ada
kesamaan plot dan ritme emosi dari acara ini.
Menggelikan
ternyata. Mengapa menggelikan?, jawabannya adalah betapa lawakan plot yang
itu-itu semacam standar umum di kalangan sutradara atau penulis naskah ataupun
produser nasional ini. Akibat dari plot standar itu adalah bentrok tema
sinetron. Pemeran boleh beda, namun alur yang elu lagi elu lagi. Ini lawakan
yang mirip srimulat itu. Gogon dan Asmuni yang tingkahnya itu-itu saja yang
bikin lucu itu.
Namun di sisi lain,
ini adalah keprihatinan bagi diri saya pribadi. Betapa sinetron sebagai sebuah
program audio visual tidak memberikan tema yang asik dan bermutu. Bahwa content
media memang benar mencerminkan realitas masyarakat kita. Bahwa memang seperti
itulah adanya fakta di Indonesia, dan media berusaha meng-capture itu untuk
ditampilkan secara umum adalah benar dan tak terbantahkan. Tak bisa dibantahkan
pula bahwa tema horror dan gossip adalah tema yang memberi untung besar karena
lebih disukai itu.
Namun, dibalik
semua itu adalah tanggung jawab sosial dari peran media. Media tak bisa
selancang itu memberi produk yang nihil nilai dan kurang memotivasi. Media seharusnya
menjadi media inspirasi untuk menciptakan generasi audience yang cerdas dan
smart. Bukan audience yang penakut dan suka down ketika ditimpa musibah.
Bukan kah kini,
Indonesia adalah Negara yang selalu berkutat pada kekerasan sektoral,
kemiskinan, ektrimisme, kesenjangan miskin dan kaya dan seabrek musibah yang
tak terhingga itu.
Media punya kuasa
atas informasi. Kuasa tentang seperti apa, bagaimana dan apa konten itu
disampaikan. Tidak memblelo. Tidak membeo apa kata pasar. Bukankah pasar bisa
diciptakan. Sebuah pasar media yang konstruktif bagi kemajuan bangsa, bukan
pasar yang instant dan tidak berjangka panjang.
Dominasi kekerasan
Kalau mau diambil
singkatnya, resep sinetron Indonesia pada dasarnya seperti berikut satu episode diisi dengan prolog atau pengenalan protagonis dan
antagonis, lalu pada 2 s.d 98 episode
adalah dimana protagonis berdarah-darah, terzhalimi tiap ari,ditipu,
diakalin, dikadalin, disiram air teh sampai susu, tidur di emperan, kolong
jembatan, sertifikat tanah digadai, masuk penjara, dtabrak mobil mewah,
terakhir pada satu episode adalah ending, dimana antagonis kembali sadar dan
khilaf, protagonis beri maaf lahir bathin.
Resep
sinetron semacam ini memberikan adegan kekerasan verbal dan fisik yang dominan
pada jam-jam prime time itu. Bagi anak-anak yang menonton nya, sukar
dibayangkan apa yang terjadi jika kekerasan adalah visualisasi terbanyak dari
sebuah televisi. Ingat, bukan Cuma seks saja yang perlu disensor, namun
kekerasan verbal dan fisik semacam ini perlu secara tegas di sensor
tayangannya.
Selanjutnya,
betapa tidak kreatif dan imajinatifnya para pemain hiburan di Indonesia. Ragam acara
tiada yang murni asli pemikiran sendiri. Semuanya bahkan sebagian besar adalah
copy dan paste, tengok saja masterchef, x factor, Indonesian idol itu. Dan sinema
elektronik sama kasus meski mereka termasuk lama ada di industry televisi.
Karena
kurang kreatif itu, maka produk media itu sendiri tidak bermutu dan nihil
nilai. Dalam artian, nilai yang memang
diperlukan secara nyata untuk negeri ini. Nilai-nilai egaliter, kemanusiaan
menghargai perbedaan, nilai kewirausahaan dan kemandirian, optimisme dan
profesionalisme.
Memang
diakui sulit bermain di area non popular. Tapi saya yakin, proses adalah
tahapan yang mesti dilalui oleh setiap orang termasuk program acara. Tiada yang
instan dan panen iklan. Biasanya acara semacam itu cepat basi dan singkat
umurnya.
Saya
tidak menganjurkan untuk nonton sinetron saat ini. Maaf secara pribadi bagi
anda-anda yang penyuka sinetron ataupun penggiat bisnis ini. Ini masalah selera
pada dasarnya. Namun orang yang cerdas pasti tahu mana menu yang sehat dan
tidak sehat, higenis ataupun tidak.
Tidak
perlulah sinetron abadi itu, ribuan episode. Tidak perlulah tema pocong atau
durhaka ibu bapak. Tidak perlunya saat ini. Sebab, tema-tema itu bikin kita tak
bisa kreatif dan selalu terkurung di rumah sendiri. Kita perlu kejar waktu,
dunia makin menyempit dan ada banyak hal diluar sana.
Kreatif
lah dalam membuat program yang cerdas dan bermanfaat sekaligus menginspirasi
orang lain. (aksansanjaya)
2 komentar untuk "Jangan nonton Senetron !"
presents helpful data to us, keep it up.
my web blog ... how to buy a car bad credit
My site : how to buy a car,buying a car,buy a car,how to buy a car bad credit,buying a car bad credit,buy a car bad credit,how to buy a car with bad credit,buying a car with bad credit,buy a car with bad credit,bad credit car loans,car loans bad credit,auto loans bad credit,bad credit auto loans,buying a car bad credit loans,bad credit loans cars,buying a car and bad credit,how to buy a car on bad credit,buying a car on bad credit,loans for cars with bad credit,auto loans for bad credit,buying a car with bad credit,how to buy a car with bad credit