Perimping dan Air terjun tak bernama
Perimping, kata ini awam di telinga anda, bisa juga terasa asing. Menyebut sebuah jembatan tua penghubung Belinyu -Mentok - Pangkalpinang. Ada dua jembatan bernama Perimping sebenarnya. Perimping muda dan tua. Bila dilihat dari kondisi real atau tampak mata, ada benarnya. Rupanya kombinasi ini lah yang menarik. Lebih menarik lagi pemandangannya yang aduhai. Berlatar gunung maras serta ditambah paket rimbun hutan dan sungai, jembatan ini jadi spot wisata minggu sore bagi masyarakat sekitar.
Jembatan tua kontras dengan megahnya si saudara muda. Konon dibuat pada masa penjajahan Belanda. Umurnya sekitar seabad kurang duapuluh. Kusam terkesan vintage. Tapi kekohonannya tetap terasa, meski pagar besi bercat kuning karatan dan ada yang telah bengkok. Dulu untuk melewatinya, mobil harus antri dan saling mengalah.
Pada 1929 silam, Perimping dibangun oleh Belanda. Merentang panjangnya sejauh 204 meter. Ia memotong daerah aliran sungai Perimping. Sempit jarak antara. Lebarnya tiga meter, yang cukup satu mobil. Konstruksinya tiang ulir, berpagar besi. Berusia 80 tahun, tegaknya masih menyimpan daya tarik tersendiri.
Itu dulu, sekarang jembatan baru berdiri megah. Tinggi dari permukaan sungai surut sekitar 20 meter. Lebarnya proporsional. Cukup kuota mobil jalur kanan kiri. Beton cor dengan tiang penyangga empat berdiameter satu meter. Ini jembatan resmi. Penghubung utama arus bolak balik antar kota.
Tiga tahun lalu diresmikan SBY. Sepanjang 250 meter dengan lebar 6 meter. Total biaya untuk konstruksi habis Rp 20 milyar. Jembatan penghubung ini untuk aktivitas perkebunan sawit, terutama pemasaran hasil CPO.
“ Kita tidak boleh berlama-lama membiarkan pembangunan infrastruktur kita tertinggal. Jika jalan kita rusak parah dan jembatan runtuh, maka seluruh aktifitas ekonomi suatu daerah akan mengalami kendala besar,” kata Presiden saat itu.
Latar pemandangannya yang menakjubkan. Ini bikin Perimping tua ramai di kala libur tiba. Entah kapan dimulai. Tapi sekedar duduk santai dan berdiri bebas cukup mengasikkan. Serasa diatas air. Pada hari minggu, banyak anak muda yang menjadikan jembatan ini pusat tongkrongan. Sembari bercengkrama antar sesama.
Perimping termasuk pada kecamatan Riau silip Kabupaten Bangka. Menemuinya cukup satu jam perjalanan dengan motor roda dua berkecepatan sedang, 40km/ jam. Melewati desa Riau Silip, menuju rute Belinyu. Namun, tak sampai benar. Sebab harus berbelok masuk Simpang Lumut.
Menyusuri rute ke arah Pangkal Niur atau Simpang Belinyu. Kira-kira belasan menit berlalu, anda akan menjumpai perkampungan China. Ada nuansa berbeda menyusuri rute ini. Seolah benar-benar berada di tempat yang berbeda. Khas kampong China dengan altar Tepekong masih bisa dijumpai persis di depan rumah.
Setelahnya, Perimping muncul lewat tikungan. Perlahan kemegahannya mulai tampak di depan mata. Gagah dan gahar memotong sungai primping yang lebarnya hampir 200 meter. Kedua jembatan seolah berhimpitan satu sama lain. Kompak sekaligus kontras disisipi bakau di kiri kanan sungai, sedang Maras menjulang dengan mentereng. Meski sesungguhnya bukan benar-benar gunung, namun masyarakat kadung menyebut bukit setinggi 699 meter ini dengan gunung.
Untuk sekedar melepas kepenatan, Perimping tua jadi tempat yang cukup representative. Ketika rasa penat menerpa di tengah perjalanan, boleh berhenti di jembatan, melihat perahu lewat sambil menghirup udara kaya oksigen. Bisa juga diselingi aktivitas memancing. (Bersambung)
Jembatan tua kontras dengan megahnya si saudara muda. Konon dibuat pada masa penjajahan Belanda. Umurnya sekitar seabad kurang duapuluh. Kusam terkesan vintage. Tapi kekohonannya tetap terasa, meski pagar besi bercat kuning karatan dan ada yang telah bengkok. Dulu untuk melewatinya, mobil harus antri dan saling mengalah.
Pada 1929 silam, Perimping dibangun oleh Belanda. Merentang panjangnya sejauh 204 meter. Ia memotong daerah aliran sungai Perimping. Sempit jarak antara. Lebarnya tiga meter, yang cukup satu mobil. Konstruksinya tiang ulir, berpagar besi. Berusia 80 tahun, tegaknya masih menyimpan daya tarik tersendiri.
Itu dulu, sekarang jembatan baru berdiri megah. Tinggi dari permukaan sungai surut sekitar 20 meter. Lebarnya proporsional. Cukup kuota mobil jalur kanan kiri. Beton cor dengan tiang penyangga empat berdiameter satu meter. Ini jembatan resmi. Penghubung utama arus bolak balik antar kota.
Tiga tahun lalu diresmikan SBY. Sepanjang 250 meter dengan lebar 6 meter. Total biaya untuk konstruksi habis Rp 20 milyar. Jembatan penghubung ini untuk aktivitas perkebunan sawit, terutama pemasaran hasil CPO.
“ Kita tidak boleh berlama-lama membiarkan pembangunan infrastruktur kita tertinggal. Jika jalan kita rusak parah dan jembatan runtuh, maka seluruh aktifitas ekonomi suatu daerah akan mengalami kendala besar,” kata Presiden saat itu.
Latar pemandangannya yang menakjubkan. Ini bikin Perimping tua ramai di kala libur tiba. Entah kapan dimulai. Tapi sekedar duduk santai dan berdiri bebas cukup mengasikkan. Serasa diatas air. Pada hari minggu, banyak anak muda yang menjadikan jembatan ini pusat tongkrongan. Sembari bercengkrama antar sesama.
Perimping termasuk pada kecamatan Riau silip Kabupaten Bangka. Menemuinya cukup satu jam perjalanan dengan motor roda dua berkecepatan sedang, 40km/ jam. Melewati desa Riau Silip, menuju rute Belinyu. Namun, tak sampai benar. Sebab harus berbelok masuk Simpang Lumut.
Menyusuri rute ke arah Pangkal Niur atau Simpang Belinyu. Kira-kira belasan menit berlalu, anda akan menjumpai perkampungan China. Ada nuansa berbeda menyusuri rute ini. Seolah benar-benar berada di tempat yang berbeda. Khas kampong China dengan altar Tepekong masih bisa dijumpai persis di depan rumah.
Setelahnya, Perimping muncul lewat tikungan. Perlahan kemegahannya mulai tampak di depan mata. Gagah dan gahar memotong sungai primping yang lebarnya hampir 200 meter. Kedua jembatan seolah berhimpitan satu sama lain. Kompak sekaligus kontras disisipi bakau di kiri kanan sungai, sedang Maras menjulang dengan mentereng. Meski sesungguhnya bukan benar-benar gunung, namun masyarakat kadung menyebut bukit setinggi 699 meter ini dengan gunung.
Untuk sekedar melepas kepenatan, Perimping tua jadi tempat yang cukup representative. Ketika rasa penat menerpa di tengah perjalanan, boleh berhenti di jembatan, melihat perahu lewat sambil menghirup udara kaya oksigen. Bisa juga diselingi aktivitas memancing. (Bersambung)
Posting Komentar untuk "Perimping dan Air terjun tak bernama"